Grid Koputing  

Masih ingat proyek SETI@Home ( Search for Extra Terrestrial Intelligence )? Proyek ilmiah yang bertujuan mencari kecerdasan (baca: mahluk asing) dari luar bumi ini memang sempat membuat heboh kalangan ilmuwan ketika pertama kali digelar beberapa tahun lalu. Ada yang skeptis, ada pula yang optimis. Terlepas dari berbagai pandangan orang mengenai proyek ini, ada sisi lain yang menarik, yaitu bagaimana proyek ini dijalankan.
Berbeda dengan lazimnya suatu proyek ilmiah, alih-alih menyediakan perangkat keras komputer sendiri untuk menganalisis radio noise dan sinyal-sinyal dari luar bumi, SETI@Home yang dikelola University of California Berkeley ini memanfaatkan processing power yang “menganggur” dari sekitar 5 juta PC di seluruh dunia, baik milik perseorangan maupun lembaga-lembaga.
Proses mencari kehidupan di luar bumi ini dimulai dari radio teleskop di Arecibo Observatory, Puerto Rico , dimana data radio noise dari berbagai belahan jagad raya dikumpulkan. Data ini direkam, kemudian dikirim ke server di Berkeley, dimana di server inilah data tersebut dibagi-bagi, kemudian disebarkan melalui Internet. Lima juta PC di seluruh dunia, yang sudah dipasangi (secara sukarela tentunya) dengan program SETI@Home bisa men download potongan-potongan sinyal ini untuk dikemudian dianalisis polanya. Hasil analisis tersebut kemudian dikirim balik ke Berkeley .
Dengan kapasitas pemrosesan sampai 70 teraflop, proyek SETI@Home yang secara akumulatif sudah menghabiskan CPU time setara 2 juta tahun dan menganalisis lebih dari 50T byte data ini boleh dibilang contoh terbesar dari kolaborasi sumberdaya komputasi, yang kemudian dikenal orang sebagai grid computing .
Dari sains ke enterprise
Konsep grid computing sendiri memang bukanlah hal baru. Secara garis besar, konsep ini berangkat dari prinsip “tidak boleh ada PC menganggur”. Grid computing menghubungkan berbagai komputer yang terpisah secara geografis atau lokasi, untuk membentuk semacam superkomputer virtual. Mesin virtual ini akan terlihat sebagai sebuah entitas sumberdaya komputasi tunggal, dengan kapasitas komputasional yang sanggup mengerjakan aplikasi berat, yang tidak mungkin dilakukan sendirian oleh PC atau sebuah server sekalipun. Selain itu, grid computing pun tidak memandang sistem operasi (OS) atau platform perangkat keras yang diajaknya berkolaborasi.
Sekalipun pemanfaatan grid computing ini lahir dari inisiatif para ilmuwan, belakangan ini para vendor TI dan kalangan korporat juga mulai melirik, dan bahkan beberapa perusahaan sudah mengadopsi teknologi ini. Grid computing yang diterapkan oleh kalangan korporat atau enterprise grid ini juga menggandeng berbagai sumberdaya yang terpisah untuk di- pool -kan menjadi satu computing power . Sekalipun secara lokasi atau geografis mungkin terpisah, tetapi secara logic , sumberdaya itu berada di belakang tembok ruang, atau katakanlah berada di belakang firewall yang sama. Tidak seperti aplikasi untuk riset ilmiah, kapasitas komputasi ini cuma tersedia untuk kalangan internal perusahaan saja.
Menurut para penggagas dan pendukung aplikasi grid computing untuk perusahaan, ada dua manfaat yang bisa diperoleh dengan memvirtualisasikan bermacam-macam sumberdaya ini melalui sebuah grid, yaitu penghematan dan kecepatan.
“ Grid computing bisa memberi penghematan uang, baik dari sisi investasi modal maupun operating cost -nya,” ujar Sara Murphy, Marketing Manager for Grid computing , Hewlett-Packard. Hal ini diwujudkannya dengan memanfaatkan secara penuh sumberdaya komputasi dari seluruh komponen yang ada di dalam grid. Singkatnya, grid computing membuat ultilisasi aset komputer didongkrak sampai pol .
Saat ini, masalah utilisasi aset perangkat TI memang masih menjadi isu utama di kalangan TI. Kebijakan kencangkan ikat pinggang, khususnya yang menyangkut anggaran TI, membuat pihak manajemen mengambil prinsip kalau bisa kasih 10, kenapa cuma lima ? Demikian pula halnya dengan utilisasi perangkat TI, banyak pakar yang mengatakan bahwa sebagian besar komputer yang ada saat ini masih underutilized .
“Utilisasi PC dan server Windows cuma sekitar 5 persen, sementara server-server Unix sekitar 15 persen,” ungkap Dave Powers, vice president of grid strategy , IBM. “Bahkan mainframe IBM sekalipun utilisasinya hanya sekitar 65 persen,” lanjutnya.
Menurut Powers, sebuah solusi grid computing bisa memvirtualkan seluruh aset yang tidak termanfaatkan ini menjadi seolah-olah satu komputer besar. Jadi, alih-alih membeli perangkat baru, grid computing memaksimalkan return on investment dari perangkat yang sudah ada.
Selain itu, grid computing juga mendongkrak kecepatan komputasi dari mesin-mesin yang ada. Processing power yang meningkat ini membuat aplikasi berjalan lebih cepat dan memberikan hasil yang lebih cepat.
Beberapa perusahaan, khususnya dari industri keuangan, sudah mencicipi kecepatan pemrosesan yang diberikan grid computing ini. Para financial adviser di sebuah perusahaan manajemen investasi Charles Schwab misalnya, merasakan perbaikan yang substansial dari piranti real-time retirement planning -nya. Dengan memanfaatkan grid computing , kalkulasi retirement-scenario yang dulu memakan waktu lama, kini bisa diselesaikan dalam hitungan detik saja.
“Aplikasi grid ini memungkinkan Anda menjalankan banyak what-if-scenario , yang sifatnya ‘highly compute intensive',” kata David Dibble, executive vice president of technology services , Charles Schwab. Bersama IBM, Dibble dan tim IT-nya membangun sistem gridnya, yang terdiri dari 12 server berbasis Intel di data center Schwab di kota Phoenix . Server-server itu berjalan di atas OS open source Red Hat Linux, dan menggunakan software tool untuk grid computing yang juga open-source , Globus Toolkit 2.0.
Bagi perusahaan broker elektronik semacam Schwab, kelebihan computing power itu selalu ada, kata Dibble. “Kami harus membangun sebuah infrastruktur untuk mengakomodasi jam-jam tersibuk, kapasitasnya dua kali lipat dari volume puncak rata-rata,” ujar Dibble. Di luar itu, bayangkan saja berapa besar computing power yang menganggur, lanjutnya. Nah , sayang kan kalau tidak dimanfaatkan.
Menurut Powers, grid computing memang pas bagi perusahaan-perusahaan jasa keuangan. Pasalnya, jasa keuangan merupakan sebuah industri yang memiliki jumlah aplikasi yang sangat besar, yang perlu dijalankan di dalam lingkungan high-performance computing (HPC). Jumlah server yang digelarnya pun banyak. “Jika Anda lihat, karakteristik utilisasi servernya naik turun. Jadi, satu saat ada kapasitas yang tidak tergunakan dalam jumlah besar. Ada peluang yang cukup baik untuk memadukan computing environment tersebut untuk memenuhi kebutuhan bisnis lainnya,” ujar Powers.
Evolusi lingkungan TI
Manfaat grid computing memang sudah dapat dilihat dan dirasakan secara nyata, hanya saja teknologi ini masih termasuk teknologi khusus. Grid computing paling pas digunakan untuk perusahaan-perusahaan yang sudah menggunakan HPC, seperti perusahaan jasa keuangan, farmasi, dan perusahaan rancang-bangun dan manufaktur kelas kakap, seperti industri otomotif dan dirgantara.
Namun, dari segi pasarnya, teknologi ini memang menjanjikan. Menurut IDC, pendapatan dari pasar grid computing diperkirakan akan melampaui 12 miliar dolar AS pada 2007 mendatang, yang mencakup pasar HPC maupun perusahaan-perusahaan komersial.
“Kami percaya bahwa grid computing berpotensi sebagai evolusi IT environment tahap berikutnya, khususnya ketika teknologi ini mulai diterapkan secara luas di data center komersial,” ujar John Humphreys, research manager of workstations and high performance computing systems , IDC.
Tren ini, menurut IDC didorong oleh sejumlah faktor, antara lain maturasi dan standarisasi piranti lunak grid, dorongan penggunaan infrastruktur TI secara efisien dari para end user , meningkatnya awareness dan ekspansi pasar di luar aplikasi dan user HPC tradisional.
Lebih lanjut, menurut IDC, pasar grid mulai terpecah menjadi tiga segmen yang berbeda: komputasi, data dan optimasi. Saat ini, mayoritas implementasi grid masih pada segmen komputasi, sementara di sisi lain muncul pula peluang pada implementasi grid untuk pengumpulan dan pengalokasian sumberdaya berbagai layanan bisnis.
Sekalipun publikasi mengenai grid computing ini memang tidak segencar IT hype lainnya, seperti wireless, web services atau CRM misalnya, paling tidak teknologi ini masih berpeluang menjadi IT's Next Big Thing , mengingat peningkatan efisiensi dan produktivitas, serta cost saving yang dijanjikannya. Kalaupun tahun 2005 mendatang belum menjadi tahunnya grid computing , paling tidak, orang sudah lebih aware , dan memiliki pilihan case yang lebih kaya, yang bisa dijadikan pijakan untuk menentukan penggelaran infrastruktur TI di masa depan.
isa jadi, ketika itu orang tidak lagi memandang grid computing identik untuk mencari “little green man” atau mahluk asing luar bumi, tetapi sebagai cara untuk mendapatkan bigger “greenback” dari aset TI yang dimilikinya.

0 komentar: to “ Grid Koputing